Jakarta, detif tv/detif.id
Lokalisasi prostitusi berkedok panti pijat di kelola Heny/Parman, di Gang Macan Jln. Daan Mogot, Jakarta Barat sudah sangat meresahkan. Informasi perdagangan orang tersebut saat dikonfirmasi ke Parman justru tidak bersedia menerima wartawan. Justrua Parman memerintahkan petugas kemanan untuk berbicara dengan detif tv/detif.id.
“Kalau datang kemari, jangan main masuk saja,” katanya, sembari meminta ID Card wartawan. Lalu, petugas kemanan itu mengatakan, “kalu tidak macam macam kita mengerti, “ katanya sembari memanggil Parman, lalu memberikan amplop kepada wartawan.
Baca Juga : Le Belle Massage Perdagangkan Orang, Langkah Tepat Jika Panti Pijat Tersebut Dibredel?
Sementara kehadiran wartawan ke Heny Wijaya 37 untuk mengkonfirmasi tentang adanya info perdagangan orang (TPPO) di panti pijat tersebut. Menurut pengakuan salah seorang warga bernama Subianto, yang berhasil ditemui wartawan di sekitar lokasi, Heny wijaya 37 sudah sejak lama beroperasi. Demikian Subianto (bukan nama sebenarnya salah seorang warga sekitar) yang berhasil ditemui wartawan beberapa waktu lalu di Gang Macan.
Informasi Subianto ditelusuri detif.id.Pada saat invstigasi dilaksanakan, ditemukan adanya kesesuaian informasi dengan fakta di lapangan. Karenanya, wartawan melakukan investigasi terhadap kordinator seluruh Panti Pijat Heni Wijaya bernama Linda.
Untuk menjalankan bisnis prostitusi tersebut, Linda/Parman memerintahkan seluruh terapis dengan pakain minim sehingga lekuk-lekuk tubuh terapis terlihat sexi dan porno. Tak heran paket pijat yang ditawarkan berujung layanan seksual.
Baca Juga : Zeus Massage di Ruko Golden Bulevard, Tangsel Sarat Prostitusi & Aroma Perdagangan Orang?
Hal ini jelas melanggar Pasal 30 UU RI No 44 Tahun 2008. Setiap orang yang menyediakan jasa porno, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4,dipidana dengan pidana penjara 6 bulan penjara dan paling lama 6 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 250 .000.000,00 ( dua ratus lima puluh juta rupiah) paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 ( tiga milliar rupiah).
Keterangan lain yang diperoleh dari terapis Heny Wijaya 37 di Gang Macan Daan Mogot, Jakarta Barat. Terapis yang memberi pelayanan pijat biasa terhadap pengunjung dibandrol dengan tarif Rp. 150 s/d 200 ribu. ”Namun kalau diajak melakukan hubungan badan, kita nego terlebih dahulu. Hasil nego biasanya 2 x lipat tarif pijat,” katanya.
“Biasanya, deal dikisaran Rp 300 ribu s/d 600 ribu” tambah Siska bukan nama sebearnya, yang mengaku sudah 1 tahun menekuni propesi terapis di Wijaya 37 Gang Macan.
Baca Juga : Prostitusi Berkedok Panti Pijat di Ruko Golden Bulevard Tangerang Selatan Semakin Menggila?
Mirisnya, dari hasil kerja yang dilaksanakan, terapis hanya menerima bagian Rp 100 ribu s/d Rp 150 ribu. “Selebihnya, untuk mami dan perusahaan,“ tambahnya.
Sementara Linda, pengelola merangkap mucikari di Heny Wijaya 37 tidak mengaku melaksanakan tindak pidana perdagangan orang. (TPPO).
“Heny Wijaya 37 piyur usaha panti pijat, kalau ada terapis yang memberi layanan seks, dalam hal ini, itu kesepakatan tamu denga terapis,” katanya mencoba berkelit. Namun keterangan terapis berbanding terbalik dengan keterangan mucikari Linda/Pengelola Waijaya 37.
Seperti dikemukkan Siska, setiap selesai tugas dengan tamu, yang kami terima Rp 100 ribu s/d Rp 150 ribu. ”Selebihnya untuk mami dan perusahaan,“ ujarnya. Kecilnya nominal yang diterima terapis, memaksa terapis harus pintar merayu tamu. ”Sehingga kita sering dikasi tambahan (tip) Rp 100 ribu sampai dengan Rp 150 ribu,” tambah Siska lepas begitu saja.
Untuk mengungkap dugaan tindak pidana peradagangan orang (TPPO) di Heny Wijay 37 langkah tepat, jika Menteri Kebudayaan/Gubenur DKI dengan pihak Kepolisian segera melaksanakn sidak ke Heny Wijaya 37 Gang Macan, Jln. Daan Mogot, Jakarta Barat.
Jika dalam pelaksanaan sidak dan pengembangannya, terbukti Heny Wijaya 37 melaksanakan tindak pidana perdagangan orang, sudah sepantasnya Parman, Linda sebagai pengelola merangkap mucikari harus segera diamankan. Sementara Heny Wijaya 37 segera dicabut izin usahanya sebagaimana tertuang dalam Pasal 52 huruf E, Pergub DKI Jakarta, No 18 Tahun 2018. ( Rado M/ Tim )